Pendidikan Indonesia semakin hari
kualitasnya makin menurun. Berdasarkan Survey United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di
Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari
14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14
dari 14 negara berkembang.
Pendidikan di Indonesia selama ini
terkesan tidak terfokus, ganti menteri pendidikan maka ganti juga kurikulum dan
sistem pendidikannya. Pendidikan di Indonesia kurang membentuk kepribadian
akademis (academic personality) yang utuh. Kepribadian akademis sangat penting
dimiliki oleh pelaku pendidikan (anak didik dan pendidik) yang akan maupun yang
sudah menguasai ilmu pengetahuan. Kepribadian akademislah yang dapat membedakan
pelaku pendidikan dengan masyarakat umum lainnya. Perkembangan pendidikan di
Indonesia tak ubahnya seperti industri, pendidik hanya bertindak sebagai
pencetak produk masal yang seragam tanpa memikirkan dunia luar yang berubah
menjadi lebih rumit. Cara pendidik mengajar juga cenderung mengarah pada
pembentukan generasi muda yang dingin dan mengagungkan individualisme. Diskusi
yang bersifat dialog jarang terjadi dalam proses pendidikan kita, bersuara
kadangkala diartikan keributan yang dikaitkan dengan tanda bahwa anak yang
bersangkutan tidak disiplin atau bahkan dianggap bodoh. Kondisi pendidikan
utamanya di perguruan tinggi dewasa ini terlihat kurang kondusif dan kurang
konstruktif karena terjadi gejala sosial yang kurang baik muncul dalam
lingkungan kampus. Konflik antar mahasiswa atau pimpinan lembaga pendidikan
tinggi telah terjadi di beberapa kampus, sehingga citra lembaga pendidikan
tinggi agak mengalami kemunduran. Tampaknya pendidikan di Indonesia belum
sepenuhnya mampu mewujudkan watak dari ilmu pengetahuan yang bersifat terbuka.
Ilmu pengetahuan menolak adanya sifat
tertutup. Apa yang dianggap benar harus dapat dibuktikan (diverifikasi) secara
terbuka di depan publik. Jika kita mengatakan bahwa air yang dipanaskan sampai
100 derajat celcius akan mendidih, maka dipersilakan semua orang untuk
membuktikan fenomena tersebut. Karena itu kalangan akademisi harus memiliki
sifat keterbukaan tersebut, kita harus dapat mengembangkan pengetahuan baru
seperti konsep dan teori baru secara terbuka dan bukan untuk disembunyikan
seperti dalam budaya konservatif. Pada awalnya ilmu pengetahuan yang dihasilkan
dari dunia pendidikan berposisi untuk melakukan perlawanan terhadap
mitos-mitos, seperti perlawanan Socrates terhadap tradisi mitologi budaya
Yunani kuno yang percaya akan adanya dewa-dewi dan menganggapnya sebagai segala
galanya. Socrates sangat percaya bahwa akal manusia dapat menjadi sumber
kebenaran. Maksud dari perlawanan ini bahwa ilmu pengetahuan mengembangkan
watak rasionalitas dalam menjalankan proses pendidikan. Ditengah gejala kurang
fokusnya orientasi pendidikan kita, pendidikan di negara kita juga dihinggapi
oleh masalah masih minimnya tingkat kesejahteraan para pendidik (kaum guru)
yang mengemban tugas meningkatkan kecerdasan anak bangsa. Ungkapan pahlawan
tanpa tanda jasa yang dilabelkan kepada sosok guru telah membentuk kesadaran
masyarakat tersendiri bahwa tugas guru hanya mencerdaskan bangsa tanpa mengurus
kesejahteraannya sebagai manusia. Guru merupakan faktor yang penting dalam
pendidikan, sebaik apapun sistem dan kurikulumnya yang dibuat, jika tidak
didukung oleh profesionalisme guru maka bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal.
Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang telah disahkan tidak secara cepat
ditindaklanjuti oleh pemerintah.
Pemerintah dalam melakukan
reorientasi pendidikan belum menyentuh substansi dasar pada pihak pendidik dan
sarana prasarana belajar, selama ini pembaharuan baru ditunjukkan melalui
perubahan perubahan kurikulum saja dan masih minim melakukan perbaikan sarana
dan prasarana, kita bisa lihat di pedesaan banyaknya gedung gedung sekolah yang
rusak dan kurang mendapat perhatian serius. Ada sesuatu yang krusial atas
kompleknya permasalahan dalam dunia pendidikan di Indonesia dimana anggaran
pendidikan kita masih jauh dari anggaran yang digariskan yaitu 20% dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
seperti disyaratkan oleh Undang Undang Dasar kita. Sebagai gambaran saja, untuk
tahun 2006 anggaran pendidikan kita baru Rp 41,3 triliun atau sekitar 9,1% dari
APBN, bahkan peningkatan anggaran pendidikan yang diajukan oleh pemerintah
untuk RAPBN 2007 sangat tidak signifikan sekali yakni hanya menjadi Rp. 51,3
triliun atau sekitar 10,3 % dari RAPBN. Memang sebuah angka yang masih jauh
dari kata cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar